
Dulu ia hanyalah seorang
gadis muda yang tinggal di jalanan kota New York, Amerika Serikat, yang
terkenal dengan tingkat kriminalitasnya yang tinggi. Namun siapa sangka ia bisa
menjadi lulusan Harvard University, tampil di acara sepopular Oprah Winfrey
Show, dan kisah hidupnya diangkat menjadi sebuah film televisi berjudul Homeless to Harvard (2003) yang menyabet
sejumlah penghargaan?
Dialah Elizabeth “Liz” Murray yang lahir pada tanggal 23 September 1980 di Bronx (NY), dari orang tua yang miskin dan kecanduan obatan-obatan terlarang – heroin dan kokain. Di usia 15 tahun hidupnya mulai terlunta-lunta ketika Ibunya meninggal karena AIDS dan Ayahnya pindah ke tempat penampungan tunawisma. Atas kondisinya itu Liz tidak jatuh terpuruk, sebaliknya ia termotivasi untuk mengubah hidupnya. Meskipun ia terpaksa menggelandang karena tak lagi memiliki tempat tinggal, Liz bertekad untuk melanjutkan pendidikan sekaligus menghidupi adik perempuannya. Dia berusaha mencari dan mencoba sebanyak mungkin SMA yang mau menerimanya dan memenuhi beberapa panggilan interview. Harapannya nyaris putus ketika semua sekolah itu menolaknya, tapi kemudian ia bertemu dengan Perry Weiner, pendiri Humaniora Preparatory Academy di Manhattan.
Ketika mendengar curahan masa lalu Liz, Werner bersedia memberinya kesempatan untuk mengubah kehidupan dengan meneruskan pendidikannya di sekolah tersebut. Tak mau menyia-nyiakan peluang berharga itu, Liz berjuang keras di SMA meskipun serangan rendah diri sempat menjatuhkan mentalnya, akibat posisinya sebagai orang yang sudah terlambat memulai pendidikan di SMA alias tertinggal setahun lebih dibanding rekan-rekannya. Tapi dirinya menolak untuk menyerah.
Liz mengibaratkan dirinya seorang pelari marathon, berlari cepat tanpa henti di trek yang baginya sudah sangat jelas. Ia selalu memimpikan garis finis itu. Sang guru bahkan tak tau ia masih tetap tunawisma dan harus menumpang tidur dari satu apartemen temannya ke apartemen temannya yang lain, bahkan terkadang di subway. Yang beliau dan para guru lainnya tau adalah Liz seorang murid disiplin yang selalu tiba tepat waktu, bahkan lebih awal di sekolah. Dan bahwa Liz adalah seorang bintang kelas, tanpa tau ia sering harus belajar di kolong jembatan yang dingin dan gelap. Berkat kerja keras dan ketekunannya, Liz Murray pun berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMA hanya dalam 2 tahun.
Dialah Elizabeth “Liz” Murray yang lahir pada tanggal 23 September 1980 di Bronx (NY), dari orang tua yang miskin dan kecanduan obatan-obatan terlarang – heroin dan kokain. Di usia 15 tahun hidupnya mulai terlunta-lunta ketika Ibunya meninggal karena AIDS dan Ayahnya pindah ke tempat penampungan tunawisma. Atas kondisinya itu Liz tidak jatuh terpuruk, sebaliknya ia termotivasi untuk mengubah hidupnya. Meskipun ia terpaksa menggelandang karena tak lagi memiliki tempat tinggal, Liz bertekad untuk melanjutkan pendidikan sekaligus menghidupi adik perempuannya. Dia berusaha mencari dan mencoba sebanyak mungkin SMA yang mau menerimanya dan memenuhi beberapa panggilan interview. Harapannya nyaris putus ketika semua sekolah itu menolaknya, tapi kemudian ia bertemu dengan Perry Weiner, pendiri Humaniora Preparatory Academy di Manhattan.
Ketika mendengar curahan masa lalu Liz, Werner bersedia memberinya kesempatan untuk mengubah kehidupan dengan meneruskan pendidikannya di sekolah tersebut. Tak mau menyia-nyiakan peluang berharga itu, Liz berjuang keras di SMA meskipun serangan rendah diri sempat menjatuhkan mentalnya, akibat posisinya sebagai orang yang sudah terlambat memulai pendidikan di SMA alias tertinggal setahun lebih dibanding rekan-rekannya. Tapi dirinya menolak untuk menyerah.
Liz mengibaratkan dirinya seorang pelari marathon, berlari cepat tanpa henti di trek yang baginya sudah sangat jelas. Ia selalu memimpikan garis finis itu. Sang guru bahkan tak tau ia masih tetap tunawisma dan harus menumpang tidur dari satu apartemen temannya ke apartemen temannya yang lain, bahkan terkadang di subway. Yang beliau dan para guru lainnya tau adalah Liz seorang murid disiplin yang selalu tiba tepat waktu, bahkan lebih awal di sekolah. Dan bahwa Liz adalah seorang bintang kelas, tanpa tau ia sering harus belajar di kolong jembatan yang dingin dan gelap. Berkat kerja keras dan ketekunannya, Liz Murray pun berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMA hanya dalam 2 tahun.
Selulusnya
dari Prep, ia dianugerahi beasiswa New York Times dan diterima di Harvard
University. Di tengah studinya, ia memutuskan pindah ke Columbia University
agar bisa lebih dekat dan intens merawat sang Ayah, yang kemudian meninggal di
tahun 2006 karena AIDS. Setelahnya, ia kembali ke Harvard dan berhasil lulus di
bulan Juni 2009 di bidang Psikologi. Adiknya pun bisa melanjutkan pendidikan
serta lulus dari sebuah universitas dan kini berprofesi sebagai seorang
pengajar bagi para penyandang autisme.
Kini, wanita berparas manis ini tidak hanya dikenal sebagai seorang motivational speaker ternama di bawah bendera Washington Speakers Bureau, tetapi juga figur yang aktif dalam kegiatan pensejahteraan masyarakat terutama anak muda. Ia bergabung dengan Blessing In A Backpack pada tahun 2010, sebuah oraganisasi nirlaba yang bertujuan menolong anak-anak remaja terlantar yang kelaparan. Selain itu Liz juga menulis beberapa buku, salah satunya yaitu Breaking Night : A Memoir of Forgiveness, Survival, and My Journey from Homeless to Harvard, sebuah non-fiksi best selling yang mengisahkan kehidupan remajanya yang keras. Sebagai seorang penulis dan aktivis kemanusiaan yang menginspirasi jutaan orang di dunia, ia dianugerahi beberapa penghargaan di antaranya The White House Project Role Model Award, Christopher Award, dan Chutzpah Award.
Kini, wanita berparas manis ini tidak hanya dikenal sebagai seorang motivational speaker ternama di bawah bendera Washington Speakers Bureau, tetapi juga figur yang aktif dalam kegiatan pensejahteraan masyarakat terutama anak muda. Ia bergabung dengan Blessing In A Backpack pada tahun 2010, sebuah oraganisasi nirlaba yang bertujuan menolong anak-anak remaja terlantar yang kelaparan. Selain itu Liz juga menulis beberapa buku, salah satunya yaitu Breaking Night : A Memoir of Forgiveness, Survival, and My Journey from Homeless to Harvard, sebuah non-fiksi best selling yang mengisahkan kehidupan remajanya yang keras. Sebagai seorang penulis dan aktivis kemanusiaan yang menginspirasi jutaan orang di dunia, ia dianugerahi beberapa penghargaan di antaranya The White House Project Role Model Award, Christopher Award, dan Chutzpah Award.